Saya sempat terkesima pas pertama kali lihat pilem 'The Pretender'. Dibenak saya muncul gambaran tentang seorang yang menjalankan kehidupannya dengan berpura-pura. Tapi anehnya film ini bukan seperti yang saya bayangkan. Lain. Bagaimana mungkin seseorang dapat menjadi apa saja yang diinginkannya hanya dalam waktu sekejap, sangat ahli dan benar-benar nyata.Bagi saya mungkin ini cuma film konyol yang pas ditonton bareng keluarga. Kalau saya kaitkan dengan personality characters mungkin orang kayak begini dibilang multi tasking. Ya sudah, toh ini cuma science fiction. Cuma film.
Eh... tunggu
Berpura - pura itu bukannya menyenangkan ya. Sekalian aja menjajal dan melatih diri kita menjadi aktor profesional, otodidak lagi. Nggak kebayang bangganya khan *yeah.
Tapi ngomong-ngomong tentang pura-pura, dunia ini sendiri dipenuhi sama orang yang menjalani hidup dalam kepura-puraan mereka. Menutupi hal ganjil dari diri mereka dan menggenapkan dengan sesuatu yang indah bin cantik sehingga orang lain hanya dapat melihat keindahan yang digenapkan itu. Sebuah legalitas yang mudah sekali didapat di jaman kayak gini.
Nggak perlu memaksakan tampil cantik atawa tampan kalau memang kita diciptakan menjadi orang minus tampang. Kalau jadinya acakadul nggak lucu jua kan. Atau ini nieh. Menjadi golongan dari sekte the have padahal yang kita punya cuma penghasilan pas-pasan senin kamis. Bukannya sesuatu yang dipaksakan hasilnya pasti konyol, bukan.
Masih tentang pura-pura [dough... ketagihan].
Pernah suatu kali saya menemukan teman saya memaksakan tertawa mendengar saya bercerita yang lucu hanya untuk mendukung saya [atau mungkin nggak tega ngelihat saya malu konyol padahal cerita saya garing]. Thanks dude. Yak, bisa ditebak garinginus jayuzkensis.
Atau ini. Pura - pura mendesis keenakan saat bercumbu sama sex partner biar dilihat kalau pasangan kita lihai sekali membuat kita orgasme dengan permainan blue filmnya. Pura-pura mau lagi padahal kita jengah dan lagi frigid seks. Kalau Anda sudah mengalami hal ini, saya sarankan hentikan. Nggak ada gunanya memaksakan diri. Menghargai perlu tapi bukannya kita mencari keenakan sejati dalam seks, ya khan. *ceile, sejak kapan seks dihargai dengan panjang desisan*
Tapi yang lebih parah dari kegiatan berpura-pura adalah pura-pura pinter. Orang kayak begini mah, sok atuh akang mangga kelaut pisan. Memaksakan memenuhi memori intelektualnya yang sempit dengan segudang omongan oratoris yang kelewat manis dan sangat......sangat memukau orang lain. Anehnya gaya bicara dan dukungan datanya entah dia ambil darimana dan disimpulkan sekehendak hati untuk menaikkan pamor dan biar dibilang "deuh, cak. Pinter sampeyan." Gaya mu pak, biasa ae po'o.
Kalau sudah ketemu sama orang seperti diatas, saya cuma mengelus dada dan diam. Ya diam. Diam dengan memberi seulas seringai senyum tulus senang (sssttt.... padahal saya juga pura-pura seneng. Impas kan.) Kalau nggak ngerti memang saya hanya bisa diam agar lebih aman lalu membaca keadaan dimana seharusnya saya menempatkan diri dalam posisi dilemmatis serba kebingungan. Kadang kalau nggak sanggup saya ambil langkah seribu plus meninggalkan sederet nota alasan yang dibuat-buat (pura-pura lagi). Pengecut. Biarin. Toh, sama aja mati kering kalau dipaksakan.
Tapi anehnya, hidup serba berpura-pura itu juga perlu. Saya berpikir sangat dalam tentang hal ini *alah. Jujur saya juga butuh hidup berpura-pura. Dengan batas kemampuan saya tentunya. Mau tidak mau saya memaksakan diri menjadi orang lain diluar diri saya sendiri. Gila. Bener-bener gila. Ternyata saya juga aktor kawakan dan nggak mustahil dapat Oscar. Saya sendiri juga tidak menyangka saya bisa melakukannya. Kadang saya tertawa sendiri kalau memutar film hidup saya yang penuh dengan kepura-puraan. Walaupun saya harus mengorbankan hidung saya terus panjang akibat kutukan suka berbohong alias pura-pura. Tapi nggak apa-apa deh, hidung saya nggak mancung ini :P
Jujur saja. Hidup Anda juga dipenuhi dengan kepura-puraan dalam skala tertentu yang dapat menolong Anda melewati episode hidup Anda. Dengan segudang alasan untuk menjabarkannya. Entah itu untuk menghormati lawan bicara, menyenangkan hati orang lain, agar diterima di komunitas Anda, mengaktualisasikan diri Anda, atau apapun alasannya.
Pernahkah kita jujur pada diri kita sendiri?
ps : awas ada bagian dari tubuh Anda yang memanjang eghem..hem :D


Tidak ada komentar:
Posting Komentar