taste the sweetest things of life

10 Januari 2009

"Cuma anda saja yg gak bisa (ikut) tapi yang lain bisa. Nanti malam berangkat jam 22.00. Jika tdk ikut tidak dapat nilai. Trims."

SMS ini saya terima waktu saya baru bangun dari tidur panjang pagi tadi (molor,pen) dan sempat mengagetkan saya. Nah, sms ini dikirim via teman kuliah saya yang sama-sama ngambil kelas fotografi. Banyak pikiran macem-macem waktu nerima nih sms pagi tadi. Dough... kenapa kita masih saja menghamba pada nilai dengan arti real. Emang kalo nilainya jelek berarti kita juga jelek, he..he.he.

Hfuf.... suer saya juga nggak tahu mesti ngapain.
"Eghm... " lagi mikir mode on

Dough... secara saya juga nggak enak sama teman-teman saya yang mengharapkan kehadiran diriku *alah* :D Lantaran cuma kami berlima yang ikut kelas fotografi itu. Susunannya juga unik 2 cowok dan 3 awewek. Persis Power Rangers.

Eh.. tunggu. Setelah nerima SMS diatas, teman yang lain langsung nelpon dan nanyain pendapat saya. Ya.. dengan lugunya dan tanpa dosa saya jawab :

"Kok mesti ke Bromo, seh. Nggak ada tempat lain yang deket. Sana kan dingin......" lugunya saya.
"Abis, Pak Dj****t ngotot mau ketempat itu. Katae jadi satu sama anak Unmuh"
"
Duh...kirain biayanya cuma 50 rebong, kok bengkak jadi segede itu. Males ah." ngeles.
"Ya... gimana ya, aku juga lagi krisis ini." jedag
"Nah, aku apalagi. Kalau ancamannya nilai, ya.. aku nilai aja diriku sendiri. he..he.he.."

Pren, diatas adalah contoh percakapan tentang dua orang yang lagi bingung satu sama lain. Teman saya yang anak rantau takut banget kalau nilainya jeblok lantaran ikut mata kuliah ini, dan dengan segenap usaha termasuk ngutang atao ngemis ke ortunya kudu' ikut kegiatan ini. Saya sedikit tercengang. Apa iya sampe' segitunya, bela-belain demi nilai yang ternyata mata kuliah ini cuma pilihan belaka. Artinya kan kalau diikuti dapet nilai, kalau nggak ya... sebenarnya sih nggak ngaruh. Toh cuma pilihan, yang penting mata kuliah wajibnya udah saya jalani sepenuhnya.

--Ini contoh mahasiswa culas dan nggak bertanggung jawab---

Disclaimer : Jangan ditiru :D

Saya sih simple aja.

Sistem pendidikan di Indonesia masih terhegemoni oleh pencapaian hasil berdasarkan nilai angka dan huruf. Saya jadi mikir, emangnya huruf atau nilai itu adalah hasil mutlak pikiran kita. Kalau jawabannya salah dikit nilainya kecil, kalau bagus tentu aja gede, ya elah ternyata otak di Indonesia otak kita dihargai cuma 1 sampai 10 kalau nggak A sampe' E. Titit, eh..titik.

Hfuf...

Oh ya ada lagi. Saking menghambanya siswa kita sama nilai, beragam cara dan melegitimasi segala sesuatu jadi sah untuk mendapatkannya. Toh, larinya kalau nggak ke warnet ya buku ato koran, copy-paste, selesai.

Dulu.. waktu SD saya sangat menyukai pelajaran mengarang dan prakarya. Bagi saya hal itu baru di bilang pendidikan. Mengarang membuat saya harus berfikir apa yang harus saya tulis dan apa yang harus saya ucapkan di depan kelas, prakarya juga begitu. Kita dilatih untuk mengungkapkan apa saja dengan media apa pun yang kita senangi.

Pendidikan bukan lah tirani yang membenarkan dan menyalahkan. Kita dinilai dari pencapaian yang berarti untuk sesama. Bisa tindakan, ucapan dan pikiran kita.

Bukankah manusia yang baik adalah manusia yang berguna bagi manusia lainnya. Bukannya manusia yang mengumpulkan banyak nilai dan mendokumentasikannya lalu teriak-teriak kalau nilainya bagus, paling tinggi dan sebagainya.

Sayangnya hal ini masih diterapkan dalam dunia pendidikan kita. Seperti halnya Ujian Nasional yang sempat dikritik beberapa waktu lalu. Pemerintah mengaku bahwa tidak ada sistem seleksi selain Unas. Juga tidak ada cara penilaian yang tepat untuk mengukur keberhasilan seseorang menempuh pendidikan.

Eghm..... ya, begitulah.

Tapi yang pasti, hari ini saya tetep nggak bisa ikut. Selain karena beberapa faktor yang tidak bisa saya sebutkan (duit, males, pilihan hati, cuaca, dan saya masih pengen anget di rumah) Ups! maap saya latah he..he..he..

Soale ada film bagus ntar malam di Metro TV.

:D

1 komentar:

CoM-cOm Comunity mengatakan...

see my blog!!


this is new!!