
Sudah tiga hari ini saya berada di Coban Rondo. Sebuah kawasan wisata alam yang menawarkan keindahan air terjun yang alami dan sejuk. Di kawasan ini pula terdapat bumi perkemahan yang diperuntukan bagi orang orang yang ingin membangun kawasan nomaden dengan rombongannya.
Ups... Sebentar, berapa kali yach saya sudah menginjakkan kaki ketempat ini?
Saya pergi bukan tanpa tujuan. Bukan berbangga diri *ce'ile*, saya mempunyai misi khusus dari payung organisasi saya yang ini untuk membantu mahasiswa baru belajar Leadership dan Management Mahasiswa -- doooh keren bangeetzzz nama'e --
. . .
Kegiatan camping mengemping ini (eh.. bener nggak sih ejaannya) sudah saya lakoni sejak masih duduk di bangku karatan SMU dan ini yang kesekian kalinya (untuk di Coban Rondo ini yang kedua). Kalau dipikir-pikir saya termasuk orang yang beruntung, lho. Selain wahana melepas kepenatan *alah* acara ini juga menambah daftar panjang wisata nomaden dan lucunya saya menjadi ketagihan lagi.
Selepas dari Coban Rondo ada jejak terdalam kerinduan saya bersama teman-teman saya tempo doeloe menjelajah gunung dan camping bersama dalam kekeluargaan.
Sepanjang perjalanan wisata nomaden saya satu ini, banyak hal yang saya pikir perlu untuk dibenahi sebagai upaya mengembangkan kawasan wisata ini agar menjadi tempat yang menarik dan layak untuk dikunjungi.
Kawasan hutan yang tampak gundul dari kejauhan terlihat kontras dengan pembangunan kota ini yang berada dibawahnya. Tapi yaah... bener juga sih. Kalau nggak gitu, nggak akan ada kawasan wisata dan pariwisata yang ditawarkan. Tapi Bapak dan Ibu Pejabat setempat, tolong dech... kalau abis membangun ya mbok dibalikin lagi alias ada niat untuk mereboisasi kembali. Dan tolong juga deh sekalian bilangin sama penjual makanan di warung-warung itu kalau niat membantu orang untuk meringankan derita kelaparan jangan membuat harga seenaknya yang kelewatan. Sumpah . . . makan disini ngajak miskin. Strees bener aye.
Tapi ya sutra lah. Mari kita tinggalkan sejenak mengenai perjalanan saya di Coban. . . egh, apa tadi. . . . Oh ya, Coban Rondo -- saya juga bingung kenapa namanya Coban Rondo, kenapa nggak Coban Dudo, Coban Joko, Coban Gadis Perawan Ting Ting atau status lainnya. Coban Banci boleh juga --
Kembali ke perenungan saya selama disana. Menikmati sejuknya hawa, cipratan dingin airnya, hangat mentarinya dan hijaunya suasana ada umpatan kecil yang saya lontarkan dalam hati kecil saya. Mengapa saya melewatkan banyak petualangan lahir yang seru untuk dijajah selama ini karena sibuk memburu dollar (maaf nieh uang lagi kolaps, aye ganti aja kiasannya ama Euro) dan melupakan ke-humanis-an saya selama ini.
Mungkin ini makna yang saya temui di bukunya Arvan Pradiansyah Cherish Every Moment yang teman saya ini punya -- meski cuma sampai halaman ke 15 -- bahwa dalam hidup kita memang harus menikmati setiap detik yang diberikan kepada kita seolah-olah detik itu adalah detik terakhir kita hidup didunia. Saya lupa bahwa kita diberi kehidupan untuk dinikmati dan disyukuri untuk memuji yang Maha Keren Sang Pencipta. Ada gairah baru yang menggelora dalam diri saya (bahasanya Orba banget yah) setelah disihir klepek-klepek dengan kata-kata inspirasionalnya.
So Let's Get The Beat and Cherish Your Life
ps : Kalau penasaran sama nama Coban Rondo coba cek di sini.
Ups... Sebentar, berapa kali yach saya sudah menginjakkan kaki ketempat ini?
Saya pergi bukan tanpa tujuan. Bukan berbangga diri *ce'ile*, saya mempunyai misi khusus dari payung organisasi saya yang ini untuk membantu mahasiswa baru belajar Leadership dan Management Mahasiswa -- doooh keren bangeetzzz nama'e --
. . .
Kegiatan camping mengemping ini (eh.. bener nggak sih ejaannya) sudah saya lakoni sejak masih duduk di bangku karatan SMU dan ini yang kesekian kalinya (untuk di Coban Rondo ini yang kedua). Kalau dipikir-pikir saya termasuk orang yang beruntung, lho. Selain wahana melepas kepenatan *alah* acara ini juga menambah daftar panjang wisata nomaden dan lucunya saya menjadi ketagihan lagi.
Selepas dari Coban Rondo ada jejak terdalam kerinduan saya bersama teman-teman saya tempo doeloe menjelajah gunung dan camping bersama dalam kekeluargaan.
Sepanjang perjalanan wisata nomaden saya satu ini, banyak hal yang saya pikir perlu untuk dibenahi sebagai upaya mengembangkan kawasan wisata ini agar menjadi tempat yang menarik dan layak untuk dikunjungi.
Kawasan hutan yang tampak gundul dari kejauhan terlihat kontras dengan pembangunan kota ini yang berada dibawahnya. Tapi yaah... bener juga sih. Kalau nggak gitu, nggak akan ada kawasan wisata dan pariwisata yang ditawarkan. Tapi Bapak dan Ibu Pejabat setempat, tolong dech... kalau abis membangun ya mbok dibalikin lagi alias ada niat untuk mereboisasi kembali. Dan tolong juga deh sekalian bilangin sama penjual makanan di warung-warung itu kalau niat membantu orang untuk meringankan derita kelaparan jangan membuat harga seenaknya yang kelewatan. Sumpah . . . makan disini ngajak miskin. Strees bener aye.
Tapi ya sutra lah. Mari kita tinggalkan sejenak mengenai perjalanan saya di Coban. . . egh, apa tadi. . . . Oh ya, Coban Rondo -- saya juga bingung kenapa namanya Coban Rondo, kenapa nggak Coban Dudo, Coban Joko, Coban Gadis Perawan Ting Ting atau status lainnya. Coban Banci boleh juga --
Kembali ke perenungan saya selama disana. Menikmati sejuknya hawa, cipratan dingin airnya, hangat mentarinya dan hijaunya suasana ada umpatan kecil yang saya lontarkan dalam hati kecil saya. Mengapa saya melewatkan banyak petualangan lahir yang seru untuk dijajah selama ini karena sibuk memburu dollar (maaf nieh uang lagi kolaps, aye ganti aja kiasannya ama Euro) dan melupakan ke-humanis-an saya selama ini.
Mungkin ini makna yang saya temui di bukunya Arvan Pradiansyah Cherish Every Moment yang teman saya ini punya -- meski cuma sampai halaman ke 15 -- bahwa dalam hidup kita memang harus menikmati setiap detik yang diberikan kepada kita seolah-olah detik itu adalah detik terakhir kita hidup didunia. Saya lupa bahwa kita diberi kehidupan untuk dinikmati dan disyukuri untuk memuji yang Maha Keren Sang Pencipta. Ada gairah baru yang menggelora dalam diri saya (bahasanya Orba banget yah) setelah disihir klepek-klepek dengan kata-kata inspirasionalnya.
So Let's Get The Beat and Cherish Your Life
ps : Kalau penasaran sama nama Coban Rondo coba cek di sini.


Tidak ada komentar:
Posting Komentar