taste the sweetest things of life

16 Februari 2009

a week without civilization

Eh... bener nggak sih judul yang saya kasih di atas itu (boso inggris'e bener nggak?)

Terlalu di dramatisir kali, ya. Tapi ya sudah, memang itu yang saya rasakan. Tempat yang asing banget, sih, nggak. Cuma kehidupan disana benar-benar masih jauh dari kehidupan kota yang saya sesapi setiap hari di Surabaya. Murni sekali perilaku mereka dan sifat ke-desa-an yang mereka tunjukkan. Kebersahajaan, sederhana, apa adanya, masih malu-malu menerima orang kota dan semua bentuk penerimaan yang apa adanya. It's too simple.

Tetangga saya pernah bilang selama jadi mahasiswa itu ada tiga 'kesenangan' yang akan dihadapi.
Pertama adalah ritual perploncoan alias Ospek (Orientasi Studi Pengenalan Kampus). Syukur saya sudah melalui tahapan paling menyebalkan ini di kehidupan kampus. Pembodohan terselubung keakraban. Enak aja, pertamanya saya protes. Toh bukannya nanti kita akan berkenalan di kelas dan keakraban bukan tercipta karena "pengorbanan menjadi orang gila" seperti Ospek itu. Kita kan dah gede nggak, sih.

---- Eh... gobloknya saya ikut Ospek dan terpengaruh sama kakak kelas. Bego' kan he..he.. -----

Ya, udah. Gila ya gila lah, nggak usah di inget-inget lagi.
Ritual kedua ini baru saja saya rasakan. Apalagi kalau bukan KKN atawa Kuliah Kerja Nyata. Saya protes pertama-tama (lagi-lagi), dalam ilmu komunikasi itu kan ilmu terapan, bukan ilmu teori kayak ekonomi dan hukum. So, saya bingung mau ngajarin apa ke orang-orang dusun tempat ritual kedua ini berlangsung. Awalnya agak bingung juga, tapi akhirnya saya menemukan bahan ajar yang bisa dibilang jauh berbeda dengan ilmu yang saya dapatkan di kampus. Tapi nggak apa-apa, toh dipaksakan juga ntar pasti nyambung :P

Capek, ya iyalah !!! Tapi herannya kok nyenengin ya. Disana saya kembali di getok kalau apa yang saya pikirkan tentang kegiatan semacam itu sama sekali nggak bener. Semua hal yang kita lakukan bersama-sama pasti menyenangkan dan membawa kesan yang -jujur saja- sangat mendalam di hati saya. Gobloknya malah dalam hati saya minta kegiatan itu diperpanjang aja, lumayan buat refreshing. Tapi nggak mungkin, lah.

Begini, terkadang kita terlalu mengambil pikiran singkat tentang segala sesuatu yang ingin kita kerjakan. Mengapa tidak membiarkannya mengalir begitu saja mengikuti arus. Sesusah apapun rasanya mengerjakan sesuatu ya kudu' dinikmati. Syukur saya termasuk orang yang menikmati suatu proses, bukan penikmat hasil akhir. Kan yang penting jalannya, bukan dapetnya. Walaupun nanti ada yang ngotot sampe' keluar uratnya kalau hasil akhir adalah yang utama. Mungkin orang-orang yang suka menikmati hasil akan bilang "ngapain susah-susah kayak gitu, nggak ada manfaat yang didapet" Ok! saya cuma bilang terima kasih atas pernyataan ini. Sekali lagi saya bukan orang yang menikmati hasil, tapi proses. Peduli setan orang mau bilang apa.

Diluar dugaan ternyata warga dusun Kedok Banteng, Pacet - Mojokerto sangat terbuka. Saya denger selentingan kalau mereka berfikir apa yang kita lakukan ini nggak ada manfaatnya sama sekali, cuma dianggap rombongan piknik ngabisin liburan setelah UAS. Tapi kita nggak mau digituin. Kita tunjukkin kalau apa yang kita lakuin itu justru bermanfaat buat mereka. Dyaaan.... ternyata sangat meriah sambutannya. Saya sampe' nangis, tapi dalam hati.

Jadi kangeen... kumpul-kumpul lagi, ngantri kamar mandi dan semua ke-seru-an yang pernah kita alami di sana. Pertamanya aja kita ngegerombol cuma sama fakultas masing-masing. Tapi diakhir-akhir acara jujur kita pengen lagi. Tapi dasar kegiatan kami di luar sangat menyita waktu dan harus diselesaikan. Sialan !!! :D

Gimana nggak ngangenin. Pesona asri pedesaan dengan sedikit sentuhan teknologi sungguh menggoda hati ini untuk menambatkan kaki tidak mau berpaling se mili pun. Suasana yang sangat saya rindukan sejak lama. Keramahan warganya masih menyisakan kesopanan yang alami. Meskipun tanpa barang 'peradaban' gaya hidup modern kota, toh suasananya cocok sebagai pelarian dari kepenatan yang sudah mencapai stadium akut.

Ya wes lah. Toh udah selesai. Eh, ngomong-ngomong saya jadi MC-nya lho pas acara perpisahan dengan anak-anak KarTar situ. Acaranya dikemas kayak perayaan 17 an di kampung. Lumayan juga sih jadi artis dadakan tingkat kampung ha..ha..ha.. *alah.

Hfuf.....
Ritual ketiga ini yang belum saya rasakan dan akan saya kejar. Apalagi kalau bukan Wisuda Kelulusan dan meraih gelar sarjana setelah berjibaku selama 4 tahun yang 'menggila'. Tunggu waktunya. Ntar saya juga ngerasain.

Tidak ada komentar: