Percaya sama 'Reinkarnasi' ?
Saya percaya. Percaya bukan karena pernah mengalami kehidupan untuk kesekian kalinya. Cuma kali ini saya reinkarnasi kembali menjadi bagian dari 'rumah lama' saya yang pernah saya tinggalkan. Kembali (mencoba) terlahir kalau saya boleh bilang.
Suer! ini pertama kalinya saya merasa confidentless *alah* super akut. Secara nih, biasanya saya orang yang nggak kenal sama rasa malu dan over akting malah. Hufh... bener sumprit, malu pol.
Bayangkan saya harus menjalani seleksi jadi reporter/redaksi, dan yang menjadi penyeleksi adalah teman-teman baik saya sendiri. Kebayangkan malunya.
Sepanjang waktu seleksi saya mengumbar senyum kecil tanda rasa malu yang kelewatan sambil ngelus-ngelus dada tanda nggak percaya sama diri saya sendiri. Seolah kehilangan bagian dari jiwa saya atraktif dan cuek bebek. Heran, deh.
Tapi ya sutralah, namanya juga usaha. Kalau kepanggil ya syukur, kalau nggak juga nggak apa-apa. Kagak enak ama temen sendiri yang sudah ngasih kesempatan buat gabungan lagi.
"Kalau ada yang ngerendahin loe karena balik kesini lagi, gimana?" Mbak ini bilang.
"Ehm... kan saya ikut seleksi juga, jadi pake jalur yang bener dong. Nggak ada KKN?" Singkat.
Dia cuma ngangguk tanda setuju
Eh, ngemeng-ngemeng masalah reinkarnasi, nih.
Bukannya saya terkejut dengan perilaku MUI yang mengeluarkan fatwa (lagi-lagi 'haram') yang ditujukan untuk sebuah perilaku yang mengakar di tanah air. Rokok kok haram, seh. Kayak nggak ada kerjaan aja tuh Lembaga.
Ini sudah berulang kali dibahas kalau hal tersebut serahin aja sama individunya. Lagian yang ngerasain baik nggaknya kan tuh orang. Ngapain juga kudu' ikut-ikutan ngurusin perilaku orang, sedangkan perilakunya sendiri aja kagak bener.
Sebenernya banyak kelemahan dari fatwa itu. Pertama, diharamkan kepada anak-anak dibawah umur dan ibu hamil. Lha, kalo orang dewasa laki-laki dan perempuan yang kagak hamil nggak haram dong. Trus, diharamkan merokok di ruang publik. Yaelah, kan udah ada aturan kayak begono dibeberapa daerah, tinggal hukumnya aja yang bertindak. Oh, ya. kalau diruang pribadi nggak apa-apa kan. Jedag !!!
Lemah banget nih, fatwa. Hanya sebagian yang dikenakan hukum haram ini. MUI tampaknya nggak ngelihat dampak di keluarkannya fatwa semacam ini. Haram bagi siapa dulu, apa fatwa haram itu hanya untuk muslim di Indonesia, nah yang diluar negara ini gimana kabarnya?.
Bukankah hukum suatu agama itu mengikat semua pemeluknya. Tindakan MUI ini sudah seperti orang yang sok tahu banget masalah agama. Nabi SAW saja nggak pernah melarang merokok, hanya menyadarkan pada kita akibat buruk yang ditimbulkannya.
Saya bukan perokok, tapi tetap saja nggak setuju sama fatwa tersebut. Masalahnya ini menyangkut pihak yang dirugikan akibat fatwa ini. Pabrik rokok, pekerjanya, orang-orang yang menjualnya, pedagang dan konsumen sendiri. Hidup negara ini sebagian besar juga sumbangan dari cukai rokok.
Tunggu saja "Reinkarnasi" Fatwa ini untuk apa lagi. Jangan-jangan dia lahir kembali lantaran MUI bingung enaknya ngapain kalau nganggur-nganggur nggak ada kerjaan, gitu kali.
---BIKIN GARA-GARA YUK!!----
saya ngacirr...dulu.....
taste the sweetest things of life
Langganan:
Posting Komentar (Atom)


Tidak ada komentar:
Posting Komentar